MENANGAMI KASUS BULLYING PADA SISWA
Menyimak berita akhir-akhir ini mengenai kasus bullying, atau kekerasan yang dilakukan anak-anak terhadap anak lain di sekolah, menarik saya pada ingatan tentang cerita anak saya sepulang sekolah suatu hari.
Beberapa bulan kebelakang, anak saya yang pertama bercerita (saat itu ia adalah siswa kelas 2 sebuah sekolah dasar). Ibu, katanya, tadi disekolah aku dihukum, gara-gara waktu shalat bercanda. Dihukum apa, tanya saya, aku, sama teman-temanku yang lain yang bercanda, dijitakin sama semua anak yang tidak bercanda. Siapa yang menyuruh seperti itu tanya saya, Bapak X, kata anak saya, guru yang menjadi penanggung jawab kegiatan shalat hari itu.
Dalam hati, saya agak marah sesungguhnya, apakah memang demikian cara mendisiplinkan anak saat mereka sedang belajar untuk shalat? Padahal jika merujuk pada salah satu kisah yang pernah saya baca, Rasulullah SAW saja dengan sengaja membiarkan dirinya bersujud lebih lama dari yang seharusnya, karena cucunya menaiki Beliau saat Beliau sedang shalat. Rasulullah adalah teladan. Uswatun Hasanah. Maka seharusnya kita merujuk pada beliau untuk segala hal, termasuk dalam mendidik, membesarkan anak-anak dan mengajari mereka beribadah.
Kemudian pada suatu hari, anak saya kembali bercerita (saat ini ia sudah duduk di kelas 3), bahwa saat dikelas tadi ada temannya yang menangis karena dicubit oleh temannya yang lain dengan sangat keras. Saya bertanya, terus ibu gurunya ngapain? Gak ngapa-ngapain, cuma tanya aja, kenapa menangis, terus anak yang nyubitnya dikasih tau ga boleh begitu.
Kemudian saya teringat, pada saat ia kelas satu, ia juga pernah bercerita bahwa dikelasnya ada anak yang suka “neke” (ini adalah bahasa lokal “menjitak kepala”) teman yang lain.
Tampaknya, berdasarkan cerita anak saya diatas, budaya kekerasan memang sering terjadi di sekolah. Tidak hanya oleh anak-anak kepada temannya, tetapi juga oleh orang dewasa. Buat saya, sekalipun gurunya tidak secara langsung melakukan tindakan ‘menjitak’ (ini bahasa Indonesia baku atau bukan ya?), tetapi menyuruh anak-anak melakukan tindakan tersebut pada anak yang lain, sama saja dengan membolehkan dan bahkan menganjurkan anak-anak melakukan kekerasan pada anak yang lain.
Karena saya sendiri, belum secara mendalam membaca dan memahami referensi mengenai tindakan kekerasan pada anak-anak di sekolah, maka dengan bantuan om Google, saya mendapatkan sebuah artikel yang sangat lengkap tentang hal tersebut. Tanpa saya edit, berikut adalah copas artikel tersebut dari http://harunnihaya.blogspot.com/2011/12/bullying-dan-solusinya.html. Semoga bermanfaat.
Bullying berasal dari kata Bully, yaitu suatu kata yang mengacu pada pengertian adanya “ancaman” yang dilakukan seseorang terhadap orang lain (yang umumnya lebih lemah atau “rendah” dari pelaku), yang menimbulkan gangguan psikis bagi korbannya (korban disebut bully boy atau bully girl) berupa stress (yang muncul dalam bentuk gangguan fisik atau psikis, atau keduanya; misalnya susah makan, sakit fisik, ketakutan, rendah diri, depresi, cemas, dan lainnya). Apalagi Bully biasanya berlangsung dalam waktu yang lama (tahunan) sehingga sangat mungkin mempengaruhi korban secara psikis. Sebenarnya selain perasaan-perasaan di atas, seorang korban Bully juga merasa marah dan kesal dengan kejadian yang menimpa mereka. Ada juga perasaan marah, malu dan kecewa pada diri sendiri karena “membiarkan” kejadian tersebut mereka alami. Namun mereka tak kuasa “menyelesaikan” hal tersebut, termasuk tidak berani untuk melaporkan pelaku pada orang dewasa karena takut dicap penakut, tukang ngadu, atau bahkan disalahkan. Dengan penekanan bahwa bully dilakukan oleh anak usia sekolah, perlu dicatat bahwa salah satu karakteristik anak usia sekolah adalah adanya egosentrisme (segala sesuatu terpusat pada dirinya) yang masih dominan. Sehingga ketika suatu kejadian menimpa dirinya, anak masih menganggap bahwa semua itu adalah karena dirinya.
Definisi Bullying menurut PeKA (Peduli Karakter Anak) adalah penggunaan agresi dengan tujuan untuk menyakiti orang lain baik secara fisik maupun mental. Bullying dapat berupa tindakan fisik, verbal, emosional dan juga seksual.
Berikut ini adalah contoh tindakan yang termasuk kategory bullying; pelaku baik individual maupun group secara sengaja menyakiti atau mengancam korban dengan cara:
– menyisihkan seseorang dari pergaulan,
– menyebarkan gosip, mebuat julukan yang bersifat ejekan,
– mengerjai seseorang untuk mempermalukannya,
– mengintimidasi atau mengancam korban,
– melukai secara fisik,
– melakukan pemalakan/ pengompasan.
Bullying tidaklah sama dengan occasional conflict atau pertengkaran biasa yang umum terjadi pada anak. Konflik pada anak adalah normal dan membuat anak belajar cara bernegosiasi dan bersepakat satu sama lain. Bullying merujuk pada tindakan yang bertujuan menyakiti dan dilakukan secara berulang. Sang korban biasanya anak yang lebih lemah dibandingkan sang pelaku.
Menurut Dan Olweus, penulis dari Bullying at School, Bullying Bisa dibagi menjadi dua bagian besar yaitu :
1. Direct bullying : intimidasi secara fisik, verbal.
2. Indirect Bullying: isolasi secara sosial.
Bullying itu sangat menyakitkan bagi si korban. Tidak seorangpun pantas menjadi korban bullying. Setiap orang memiliki hak untuk diperlakukan dan dihargai secara pantas dan wajar. Bullying memiliki dampak yang negatif bagi perkembangan karakter anak, baik bagi si korban maupun pelaku.
Berikut ini contoh dampak bullying bagi sang korban :
– Depresi
– Rendahnya kepercayaan diri / minder
– Pemalu dan penyendiri
– Merosotnya prestasi akademik
– Merasa terisolasi dalam pergaulan
– Terpikir atau bahkan mencoba untuk bunuh diri
Di sisi lain, apabila dibiarkan, pelaku bullying akan belajar bahwa tidak ada risiko apapun bagi mereka bila mereka melakukan kekerasan, agresi maupun mengancam anak lain. Ketika dewasa pelaku tersebut memiliki potensi lebih besar untuk menjadi preman ataupun pelaku kriminal dan akan membawa masalah dalam pergaulan sosial.
Tentu kita masih ingat kasus yang terjadi pada STPDN /IPDN yang sampai menelan korban jiwa. Dan entah sudah berapa ratus dan mungkin bahkan ribuan dan jutaan orang yang pernah mengecap pendidikan di STPDN/IPDN yang rusak mental dan jiwanya karena telah di Bullying oleh seniornya dan pada akhirnya sebagai pembalasan mereka kembali melakukan hal yang sama seperti kakak seniornya, melakukan Bullying. Dan itu akan terus terjadi secara turun temurun dan lembaga pendidikan yang notabene nya adalah pencetak Pejabat.
Bullying tidak terjadi juga antar pelajar dan senior tapi juga kerap terjadi oleh guru, mungkin saja tidak terjadi bunuh diri apabila siswa yg menunggak SPP tidak merasa dipermalukan dan disisihkan di hadapan teman sekolahnya. Baik itu karena berulangkali harus menghadapi pemanggilan kepala sekolah maupun perlakuan yang berbeda dari pihak sekolah terhadapnya. Bisa jadi tidak akan terjadi lagi “mati konyol” akibat proses penerimaan siswa baru, apabila kita tidak menganggap praktek perploncoan sebagai hal yang biasa.
Bentuk Bully terbagi dua, tindakan langsung seperti menyakiti, mengancam, atau menjelekkan anak lain. Sementara bentuk tidak langsung adalah menghasut, mendiamkan, atau mengucilkan anak lain. Apapun bentuk Bully yang dilakukan seorang anak pada anak lain, tujuannya adalah sama, yaitu untuk “menekan” korbannya, dan mendapat kepuasan dari perlakuan tersebut. Pelaku puas melihat ketakutan, kegelisahan, dan bahkan sorot mata permusuhan dari korbannya.
Karakteristik korban Bully adalah mereka yang tidak mampu melawan atau mempertahankan dirinya dari tindakan Bully. Bully biasanya muncul di usia sekolah. Pelaku Bully memiliki karakteristik tertentu. Umumnya mereka adalah anak-anak yang berani, tidak mudah takut, dan memiliki motif dasar tertentu. Motif utama yang biasanya ditenggarai terdapat pada pelaku Bully adalah adanya agresifitas. Padahal, ada motif lain yang juga bisa dimiliki pelaku Bully, yaitu rasa rendah diri dan kecemasan. Bully menjadi bentuk pertahanan diri (defence mechanism) yang digunakan pelaku untuk menutupi perasaan rendah diri dan kecemasannya tersebut. “Keberhasilan” pelaku melakukan tindakan bully bukan tak mungkin berlanjut ke bentuk kekerasan lainnya, bahkan yang lebih dramatis.
Ada yang menarik dari karakteristik pelaku dan korban Bully. Korban Bully mungkin memiliki karakteristik yang bukan pemberani, memiliki rasa cemas, rasa takut, rendah diri, yang kesemuanya itu (masing-masing atau sekaligus) membuat si anak menjadi korban Bully. Akibat mendapat perlakuan ini, korban pun mungkin sekali menyimpan dendam atas perlakuan yang ia alami.
Selanjutnya, bukan tak mungkin, korban Bully, menjadi pelaku Bully pada anak lain yang ia pandang sesuai dengan tujuannya, yaitu untuk mendapat kepuasan dan membalaskan dendam. Ada proses belajar yang sudah ia jalani dan ada dendam yang tak terselesaikan. Kasus di sekolah-sekolah, dimana kakak kelas melakukan Bully pada adik kelas, dan kemudian Bully berlanjut ketika si adik kelas sudah menjadi kakak kelas dan ia kemudian melakukan Bully pada adik kelasnya yang baru, adalah contoh dari pola Bully yang dijelaskan di atas.
Tindakan Bullying bisa terjadi dimana saja, terutama tempat-tempat yang tidak diawasi oleh guru atau orang dewasa lainnya. Pelaku akan memanfaatkan tempat yang sepi untuk menunjukkan “kekuasaannya” atas anak lain, agar tujuannya tercapai. Sekitar toilet sekolah, pekarangan sekolah, tempat menunggu kendaraan umum, lapangan parkir, bahkan mobil jemputan dapat menjadi tempat terjadinya Bullying.
Sebagai orang tua, kita wajib waspada akan adanya perilaku bullying pada anak, baik anak sebagai korban atau sebagai pelaku. Beberapa hal yang dapat dicermati dalam kasus Bullying adalah :
Bagaimana mengenali anak yang diindikasi mengalami tindakan intimidasi di sekolahnya? Sejumlah tips yang dirangkum Kompas.com dari berbagai sumber ini mungkin bisa membantu Anda.
Ciri-ciri yang harus diperhatikan di antaranya:
1. Enggan untuk pergi sekolah
2. Sering sakit secara tiba-tiba
3. Mengalami penurunan nilai
4. Barang yang dimiliki hilang atau rusak
5. Mimpi buruk atau bahkan sulit untuk terlelap
6. Rasa amarah dan benci semakin mudah meluap dan meningkat
7. Sulit untuk berteman dengan teman baru
8. Memiliki tanda fisik, seperti memar atau luka
Jika menemukan ciri-ciri seperti di atas, langkah yang harus dilakukan orangtua di antaranya:
1. Berbicara dengan orangtua si anak yang melakukan bully terhadap anak Anda
2. Mengingatkan sekolah tentang masalah seperti ini
3. Datangi konselor profesional untuk ikut membantu mengatasi masalah ini
Jika tindakan kekerasan ini masih terus berlanjut dan tidak ada respons yang baik dari sekolah, pikirkanlah cara lain. Salah satu pilihan, jika memungkinkan, pindahkan sekolah anak Anda. Dalam situasi yang ekstrem, mungkin perlu menghubungi polisi atau meminta perlindungan. Namun, hal yang paling penting adalah mendengarkan komplain anak dan tetaplah membuka komunikasi kepada mereka.
Bullying tidak boleh diabaikan mengingat dampak psikis dan mental terhadap anak sangat besar.
Berikut ini beberapa saran untuk mengetahui anak kita menjadi korban bullying atau tidak :
Ketahuilah bahwa seorang anak yang sedang diintimidasi kemungkinan besar akan memberitahu rekan pertama, lalu orang tua, dan kemudian guru. “Selalu tahu siapa teman-teman anak Anda,” kata Robin D’Antona, pendiri Asosiasi Internasional Pencegahan Bullying. Dengan menjalin persahabatan dengan teman anak kita, maka banyak “bocoran” yang akan disampaikannya tentang dia.
Tanyakan kepada anak kita secara rutin apakah dia suka sekolah. Jika seorang anak menjawab bahwa ia “membenci” sekolah, tanyakan lebih dalam untuk mengetahui rincian apa yang membuatnya benci sekolah. Apakah ia membenci akademisi? Bisakah dia tidak melihat papan tulis? Gambar dari sumber sikap anak Anda ke sekolah.
Privasi berakhir saat keselamatan anak kita terancam di sekolah. Perhatikan apa yang mereka lakukan di web, dan memeriksa ponselnya. Jika anak menginginkan buku harian, membeli buku dan sarankan menyimpan di tempat yang sekiranya perlu, kita bisa juga mengaksesnya tanpa dia tahu. “Misalnya di bawah kasur,” kata D’Antona.
Ciptakan komunikasi yang harmonis dalam keluarga kita. Buatlah anak-anak bebas mengungkapkan kata hatinya dan bisa terbuka untuk berbicara setiap saat. Ada kalanya kita harus kontak mata dengannya saat berbiicara, ada kalanya anak juga lebih nyaman bercerita pada kita tanpa kontak mata. “Perjalanan sambil mengobrol selama kita tengah menyetir, misalnya, membuat anak bebas mengungkapkan apa saja,” tambah D’Antona.
Beberapa hal yang dapat dicermati dalam kasus Bullying adalah :
a. Anak menjadi Korban
Tanda-tandanya :
1. Munculnya keluhan atau perubahan perilaku atau emosi anak akibat stres yang ia hadapi karena mengalami perilaku bullying (anak sebagai korban).
2. Laporan dari guru atau teman atau pengasuh anak mengenai tindakan bullying yang terjadi pada anak.
b. Anak sebagai Pelaku
Tanda-tandanya :
1. Anak bersikap agresif, terutama pada mereka yang lebih muda usianya, atau lebih kecil atau mereka yang tidak berdaya (binatang, tanaman, mainan).
2. Anak tidak menampilkan emosi negatifnya pada orang yang lebih tua/ lebih besar badannya/ lebih berkuasa, namun terlihat anak sebenarnya memiliki perasaan tidak senang.
3. Sesekali anak bersikap agresif yang berbeda ketika bersama anda.
4. Melakukan tindakan agresif yang berbeda ketika tidak bersama anda (diketahui dari laporan guru, pengasuh, atau teman-teman).
5. Ada laporan dari guru/ pengasuh/ teman-temannya bahwa anak melakukan tindakan agresif pada mereka yang lebih lemah atau tidak berdaya (no. 1).
6. Anak yang pernah mengalami bully mungkin menjadi pelaku bully.
Salah satu bullying adalah bentuk penindasan. Penindasan sendiri bisa dengan atau tanpa kekerasan. Bullying adalah perilaku yang diulangi dari waktu ke waktu yang secara nyata melibatkan ketidak-seimbangan kekuasaan, yang lebih kuat menyerang kelompok anak-anak atau mereka yang kurang kuat. Bullying dapat berupa pelecehan lisan atau penyerangan fisik, atau cara lain yang lebih halus, seperti paksaan dan manipulasi. Bullying biasanya dilakukan untuk memaksa orang lain dengan rasa takut dan ancaman. Bullying dapat dicegah jika anak-anak diajarkan keterampilan sosial agar mampu berinteraksi dengan orang-orang. Hal ini akan membantu mereka untuk menjadi orang dewasa produktif, ketika berinteraksi dengan orang-orang yang mengganggu. Bullying di sekolah dan tempat kerja juga disebut sebagai penyalahgunaan rekan.
Sumber https://nsholihat.wordpress.com/tag/cara-mengatasi-bullying/
NEXT---->
0 komentar