Tuhan yang telah menciptakan manusia
dengan dilengkapi akal budi, naluri / instink, perasaan dan pemikiran
menjadi hal fundamental untuk dapat membangun hidupnya menjadi lebih
bermakna. Diantara naluri itu, manusia memiliki keinginan untuk selalu
hidup bersama. Naluri / instink manusia yang selalu ingin hidup bersama
disebut ”gregariousness” sehingga manusia disebut “social animal” yaitu
hewan yang mempunyai naluri untuk hidup bersama. (Nata Sapurta, 1983 :
64).
Di dalam hubungan antar manusia dengan
manusia lain, yang paling penting adalah reaksi sebagai akibat dari
hubungan tersebut. Reaksi tersebut menyebabkan hubungan manusia tambah
luas. Untuk dapat menyesuaikan diri (adaptasi) dengan lingkungannya
manusia menggunakan pikiran untuk menghadapi berbagai kondisi dalam
lingkungannya. Implikasinya adalah timbulnya kelompo-kelompok sosial
(social groups) dalam kehidupan manusia, karena manusia tidak mungkin
hidup sendiri.
Menurut Ellwood (dalam Nata Saputra), faktor-faktor yang menyebabkan manusia hidup bersama, antara lain :
- Dorongan untuk mencari makan ; penyelenggaraan untuk mencari makan lebih mudah dilakukan dengan bekerja sama.
- Dorongan untuk mempertahankan diri ; terutama pada kondisi primitif
- Dorongan untuk melangsungkan jenis.
Oleh karena kecenderungan manusia hidup
bersama maka untuk mewujudkan kesatuan kolektif tersebut manusia menjadi
sering berkumpul dan bergaul dalam suatu lingkungan tertentu, sehingga
hal itu diartikan sebagai masyarakat. Masyarakat merupakan sekumpulan
manusia yang saling bergaul dan berinteraksi. Disamping pengertian itu
dalam masyarakat juga diterapkan dalam batas kesatuan itu, sehingga pola
yang khas itu sudah menjadi adat istiadat yang khas (Koentjaraningrat,
1986 : 144). Pada berbagai elemen dalam masyarakat Indonesia (dengan
adat ketimuran) telah diatur tingkah lakunya oleh berbagai norma dan
aturan yang berlaku baik tersurat (aturan perundang-undangan) maupun
tersirat (norma sosial, agama yang berlaku).
Disamping norma sosial (susila) yang
berlaku universal di Indonesia masih banyak lagi hukum lain yang
mengatur masyarakat di Indonesi. Misalnya buku adat yang dapat
ditentukan dalam :
- Kaidah-kaidah yang tidak tertulis
- Kitab-kitab hukum tradisional
- Peraturan-peraturan untuk golongan asli
- Perturan-peraturan dari raja-raja dan kepala-kepala pemerintahan (Soekanto, 1985 : 61).
Namun sebagaimana diketahui maka hukum adat di Indonesia sebagian mungkin dipengaruhi oleh hukum agama.
Ibu Nyi Hadjar Dewantara (dalam
Samsoeri) mengemukakan bahwa nilai suatu bangsa dapat didasarkan pada
kebudayaan bangsa itu sesuai dalam arti luas dan mendalam. Adat
istiadat, etika dan sebagainya adalah aspek-aspek kebudayaan yang
merupakan sendi-sendi kepribadian nasional.
Maka dalam penyusunan makalah ini ditiik
beratkan pada bagaimana mengenal dan mempraktekkan etika / tata krama
yang berlaku secara nasional (walaupun beberapa daerah di Indonesia
memiliki hukum / adat istiadat yang lain). Selain merupakan dokumen
kebudayaan bangsa penyusunan hukum ini dapat menjadi bekal dan kajian
petunjuk yang cukup berharga untuk mengamalkan etika / tata krama
pergaulan yang bersendikan nasional dan relevan dengan jiwa Pancasila.
- A. TATA KRAMADALAM BERDIRI
Perlukah sikap berdiri diatur, agar
memenuhi norma-norma sopan santun? Bangsa Indonesia khususnya dan
bangsa-bangsa timur yang lain pada umumnya. Sikap berdiri dinilai juga
dari segi kesopanan. Lain halnya dengan bangsa-bangsa barat pada
umumnya, mereka kurang mempunyai pandangan yang khusus pada soal itu.
Demikian pula karena etika mencakup segala kegiatan dan tingkah laku
manusia. Maka sikap berdiri sudah barang tentu harus mempunyai
ketentuan-ketentuan juga.
Ada kalanya sikap berdiri yang dapat
dianggap rasa kesopanan, tetapi ada pula kalanya sikap tersebut tidak
sopan. Pada uraia-uraian selanljutnya akan kami terangkan tentang sikap
berdiri.
- 1. Berdiri di muka umum
Apa yang dimaksud berdiri di muka umum
ialah apabila yang melakukannya tengah menyanyi atau berpidato. Sikap
untuk inipun sebaiknya dilakukan dengan sopan pula. Dalam soal apa dan
untuk keperluan apa kita berdiri untuk berpidato, perlu memperhatikan
beberapa ketentuan.
Berpidato dalam upacara-upacara
perkawinan, kematian dan lain sebagainya sudah barang tentu berbeda
dengan pidato, rapat-rapat umum atau rapat politik dan lain sejenisnya.
Perbedaan yang dimaksud disini adalah perbedaan tentang sikap
beridirinya. Pada upacara-upacara yang mengharuskan kita berlau kidmat,
kita akan nampak lebih berwibawa dan meresapkan suasana, apabila kita
berdiri tegak dengan kaki merapat dan tanpa menggunakan gerak tangan
atau gerakan-gerakan lainnya. Dalam hal demikian sebaiknya kedua tangan
disilangkan ke muka. Sedang untuk berdiri dalam suasana yang lain, akan
siap-siap itu harus berlainan pula.
- 2. Berdiri untuk antri
Orang berdiri untuk antri harus
berhati-hati dalam menempatkan dirinya. Sedikit saja membuat kesalahan,
niscaya akan menerima umpatan dari pihak lain. Dalam keadaan demikian,
setiap orang harus dapat menguasai kesabaran masing-masing. Sebaiknya
berdirilah berjajar urut ke belakang dengan baik, tenang dan sabar.
Jangan resah,kami maksudkan berulang-ulang melonggok-longgok ke muka
atau menoleh ke belakang. Jangan pula berdesak-desakan atau
rebut-rebutan atau main serobot. Tunggulah hingga giliran anda tiba, dan
jangan coba-coba untuk saling mendahuluinya. Setiap orang harus datang
dan berdiri menurut kesempatan bagi dirinya, yang kami maksudkan di sini
ialah apabila ia datang kemudian, harus berdiri di belakang. Setiap
usaha untuk menyelendup atau masuk menyelinap menyusup ke tengah-tengah
deretan merupakan suatu perbuatan yang melanggar peraturan. Baik
melanggar tata tertib, melanggar haknya orang banyak, atau pula
melanggar kesopanan.
- B. TATA KRAMA DALAM BERJALAN
Banyak orang menganggap, bahwa soal
berjalan adalah remeh. Tetapi apabila kita perhatikan benar-benar,
ternyata masih banyak di antara bangsa kita yang belum memahami benar
tentang bagaimana sikap yang sebaik-baiknya kita harus berjalan. Yang
dimaksud berjalan disini ialah berjalan di jalan umum, di mana selain
kita sendiri, banyak pula orang lain yang berjalan di situ.
Tiap-tiap bangsa mempunyai gaya
sendiri-sendiri. Misalnya orang Amerika dan Eropa, pada umumnya selalu
bergegas-gegas, seolah-olah ada sesuatu yang mereka kejar. Kebiasaan ini
terpengaruh oleh kehidupan mereka yang segala sesuatunya serba otomat,
dengan demikian maka tindakan-tindakannya pun serba cepat pula. Memang
harus diakui bahwa keadaan dapat mempengaruhi kebiasaan. Di
negara-negara Arab datarannya kebanyakan terdiri dari padang pasir yang
luas, sehingga untuk mengarunginya dari suatu tempat ke tempat yang lain
memerlukan kesabaran dan ketabahan yang luar biasa. Kebanyakan bangsa
Arab berjalan lambat-lambat asal sampai di tempat tujuan dan selamat.
Dari kedua keadaan yang diuraikan di
atas, dapat diperoleh perbedaan yang menyolok. Yang satu ingin cepat,
sedang lainnya terbiasa dengan lambat-lambat. Sedangkan keadaan di
negara kita, khususnya di pulau Jawa boleh dikatakan berada di
tengah-tengah. Maka keadaan ini pun mempengaruhi kehidupan kita
sehari-hari. Sehingga gaya kita berjalanpun menjadi sedang, tidak cepat
dan tidak pula lambat.
Bangsa kita sudah banyak dikenal oleh
bangsa-bangsa lain sebagai bangsa yang halus, ramah-tamah dan memiliki
sopan-santun yang tinggi. Memang, bagi bangsa kita, sopan-santun ini
masih membudaya dalam kehidupan masyarakatnya. Sopan-santun masih tumbuh
dengan subur dan dipelihara baik-baik, sehingga pada soal-soal yang
kecil-kecil sekalipun tidak lepas dari penilaian kesopanan. Demikian
pula martabat seseorang berkaitan erat dengan adabnya. Jelasnya, orang
baru dapat baik, apabila penilaian terhadap segi adab dan kesopanannya
telah sempurna.
Selanjutnya agar cara kita berjalan memenuhi norma-norma sopan santun, perlu memperhatikan uraian-uraian berikutnya :
Cara berjalan
Orang dapat dikatakan berjalan dengan baik, apabila memenuhi syarat-syarat di bawah ini :
- 1. Dengan langkah tetap dan pasti
Berjalan memerlukan bentuk-bentuk yang
teratur dan indah. Dalam segala yang beraturan itu, terletaklah
sifat-sifat yang serasi dan indah. Dengan langkah-langkah yang pasti,
akan membawa diri kita pada sikap kesopanan yang pantas, serta merupakan
ujud dan mencerminkan watak dari ang melakukannya.
- 2. Langsung dan lurus
Setiap pejalan kaki harus senantiasa
memperhatikan keadaan di mukanya. Jelasnya janganlah berjalan dengan
menoleh-noleh ke belakang demikian lama, sehingga memungkinkan untuk
bertabrakan dengan pejalan kaki lain yang datang dari arah muka atau
samping. Demikian pula berjalan menyerong-nyerong atau menunduk, dapat
membingungkan para pejalan kaki lainnya dan ada kemungkinan pula untuk
bertabrakan dengan segala sesuatu yang datang dari muka atau samping.
Biasakanlah berjalan langsung dan lurus, agar kebiasaan itu dapat
merubah diri anda ke arah bentuk yang baik.
- Bijaksana
Artinya jangan berbuat seperti robot.
Setela kita melangkah dengan tetap dan pasti serta langsung dan lurus,
harus pula berlaku bijaksana. Orang berjalan memerlukan sifat-sifat
bersahaja. Artinya janganlah dengan sikap yang dibuat-buat, karena
dengan sikap demikian orang lain akan tetap tahu bahwa kesemuanya itu
hanyalah buat-buatan belaka. Sepandai-pandai seseorang berjalan dengan
gaya buatan, namun masih tetap dapat membedakan mana yang asli dan yang
buatan.
Pandangan mata waktu berjalan
Dalam penggolongan orang yang berjalan
kaki terdapat macam type yang berlainan. Dalam garis besarnya dapat kita
bagi menjadi 3 golongan, yakni :
- Type yang tidak suka ambil pusing terhadap keadaan sekelilingnya
- Type yang senantiasa ingin tahu
- Type biasa.
Kemudian mengenai arah pandangan mata pada waku berjalan, perlu memperhatikan beberapa petunjuk seperti di bawah ini :
- a. Wajar
Pandangan mata pada waktu kita berjalan
sebaiknya wajar saja. Artinya : tidak membelalak, mengerling-ngerling,
mencuri pandang dan lain sebagainya.
- b. Mengarah ke muka
Apabila tidak perlu, arahkanlah selalu
pandangan mata ke muka. Artinya jangan mengerlin ke kiri atau ke kanan,
seolah-olah kita menaruh curiga terhadap orang yang berada di tempat
itu. Camkanlah bahwa dalam beberapa hal pandangan mata dapat dijadikan
pedoman untuk membaca perasaan seseorang.
- c. Bijaksana
Tiada sesuatu peraturan yang melarang
kita untuk melihat sesuatu. Tetapi berlakulah bijaksana dalam melihat
seseorang. Artinya janganlah melihat tanpa berkedip demikian lama kepada
seseorang, karena pandangan yang demikian dapat dikesankan sebagai
pandangan yang tidak mengenakkan bagi yang dipandang.
- C. TATA KRAMA DALAM DUDUK
Apabila sikap duduk ini dilakukan
bersama-sama antara seorang pria dan seorang wanita dalam kaitannya
sebagai suami-isteri, muda-mudi yang sedang berpacaran, kawan biasa dan
lain sebainya, ketentuannya sama saja dengan ketentuan-ketentuan yang
lain, yakni pria di sebelah kanan dan wanita di sebelah kiri. Sikap
duduk ada bermacam-macam, yakni : duduk bersila, duduk bersimpuh dan
duduk di kursi.
Dalam peradaban bangsa Indonesia, sopan
santun duduk ini mempunyai peranan yang sangat penting. Aturan-aturan
untuk itu sudah ada sejak dahulu kala, dan tetap di pertahankan oleh
masyarakat Indonesia hingga sekarang. Adapun macam duduk yang dijelaskan
di bawah ini :
- 1. Duduk bersila
Sebagian besar suku bangsa Indonesia
masih memakai cara ini. Jika ada yang telah meninggalkan cara ini,
jumlahnyapun belum banyak dan terbatas pada mereka yang tinggal di
kota-kota saja. Duduk bersila pada umumnya dilakukan diatas permadani
ata tikar yang dibentangkan diatas lantai atau berlebih dahulu harus
membuka sepatu atau alas kaki lainnya (kaus kaki tidak perlu di buka).
Kaki dapat dilipat demikian rupa,
sehingga kedua telapaknya tidak kelihatan dan tersembunyi di bawah paha.
Telapak kaki kiri berada di balik paha sebelah kiri. Pada wanita duduk
bersila sedikit berbeda, yakni : lipatan kaki lebih kecil (meringkus),
kedua lututnya agak diangkat dan bertumpu pada kedua telapak kakinya.
Dengan demikian telapaknya kelihatan, sedang pada pria tersembunyi.
Sehingga, wanita dapat memilih salah satu dari kedua cara tersebut.
- 2. Duduk di dalam kelas
Di dalam bagian ini akan dibahas
bagaimana murid-murid harus duduk dengan sopan, akan diterangkan pula
bagaimana seorang guru yang bijaksana mengatur murid-muridnya. Sejak
berada di Taman Kanak-kanak, murid-murid sudah dibiasakan duduk
baik-baik dan sopan. Yakni senantiasa tenang, kaki beraada di bawan dan
tangan di atas bangku.
Untuk mentrapkan kebiasaan itu dengan
mudah, ukuran bangku dan tempat duduk pun sudah diatur sedemikian rupa,
sehingga murid-murid itu di dalam kelas tidak menemukan kesulitan.
Dengan ukuran bangku dan tempat duduk yang tepat serta sesuai itu, maka
mereka dapat membiasakan diri untuk duduk dengan beratur dan baik.
Demikian seterusnya, setelah murid-murid
itu duduk di sekolah dasar, sekolah lanjutan pertama dan atas,
bangku-bangku dan tempat duduk itu harus senantiasa disesuaikan pula
dengan keadaan tubuhnya murid. Ukuran-ukuran demikian ini sangat penting
bagi perkembangan fisik mereka dengan kebiasaan duduk menulis dan
membaca pada bangku yang terlalu rendah atau terlalu tinggi, jelas akan
membawa akibat yang kurang baik bagi pertumbuhan jasmani mereka.
- D. TATA KRAMA DALAM BERSILATURAHMI
Dalam silaturrahmi (kadangkala ada yang
menyebut silaturrahim) dalam adat ketimuran Indonesia banyak norma
ataupun sikap-sikap yang menjadi aturan non formal yang bersifat sopan
santun. Akan tetapi apabila dilanggar konsekwensi yang akan diterima
adalah sanksi moral, seperti rasa malu, sungkan, kurang percaya diri,
rasa bersalah dan lain-lain. Dalam silaturrahmi dapat menyangkut 2 hal,
yaitu sikap orang yang bertamu dan orang yang menerima tamu.
Apabila anda datang bertamu ke rumah
orang lain, janganlah segera duduk sebelum dipersilahkan oleh tuan
nyonya rumah. Sebaliknya apabila anda bertindak selaku tuan janganlah
membiarkan tamu anda terlalu lama berdiri. Sesudah tamu itu mengucapkan
salam yang sopan, persilahkan tamu tersebut segara duduk. Janganlah anda
mendahului duduk, sebelum tamu itu duduk. Demikian juga apabila tamu
anda meminta diri akan meninggalkan rumah anda, menjadi kewajiban anda
untuk turut berdiri dan menghantarkan tamu itu sampai ke ambang pintu.
Dan apabila pintu anda tertutup, bukakanlah tombolnya,sebab ada
kemungkinan tamu tersebut masih asing dengan kontruksi tombol-tombol
pintu rumah anda, sehingga akan terlampau lama bahkan mungkin akan
merepotkannya, apabila tidak ditolong.
Menyambut tamu akan nampak lebih akrab
apabila tuan dan nyonya rumah bersama-sama menemuinya. Apabila jika
tamu-tamu itu terdiri dari pria dan wanita.
- Sikap duduk yang baik bagi seorang tamu
Hal ini harus mengingat pada keadaan,
tempat dan kepada siapa anda dan tempat yang bisa pula maka anda boleh
duduk dengan sikap biasa juga tetapi pada keadaan tempat dan pembicaraan
yang serius maka sikap andapun harus serius pula. Dalam keadaan
demikian sebaiknya duduklah agak maju sehingga punggung anda agak
renggang dengan sandaran kursi sikap demikian biasa ditunjukkan kepada
orang-orang yang lebih tua lebih tinggi kedudukannya, atasan, pejabat
tinggi dan pembesar-pembesar lainnya.
Dalam suasana demikian, selain dengan
sikap duduk tanpa menyandarkan tubuh pada sandaran kursi sebaiknya
tangan juga harus diatur demikian rupa, sehingga tidak terletak di atas
sandaran tangan, tetapi berada di muka terletak di kedua belah paha.
Kepala hendaknya agak menunduk.
- Sikap duduk yang baik tuan dan nyonya rumah
Apabila anda bertindak selaku tuan atau
nyonya rumah, harus pula mengingat pada ketentuan-ketentuan di atas.
Apabila yang datang bertamu andapun harus diatur seperti yang telah
diterangkan di atas. Apabila tamu anda seorang pria dan anda temui
bersama-sama istri anda, maka posisi tempat duduk anda harus menghadap
kepada tamu tersebut. Sebaiknya apabila tamu anda seorang wanita maka
yang harus menghadap langsung kepada tamu itu adalah istri anda. Dan
apabila tamu anda terdiri dari pria dan wanita, maka posisi supaya
diatur demikiarn rupa, sehingga pria menghadapi pria dan wanita
menghadap wanita. Ketentuan ini berlainan dengan ketentuan ketika anda
berada di rumah makan. Tetapi apabila tamu anda berjumlah lebih dari dua
orang, umpama empat orang terdiri dari dua orang pria dan dua orang
wanita, masing-masing merupakan pasangan suami istri, maka posisinya
supaya diatur demikian rupa, sehingga tiap-tiap pasangan duduk
berdampingan.
Secara lebih detail dibawah ini dituliskan tata cara bertamu dan menerima tamu, yakni :
- 1. Tata Krama Dalam Bertamu
1) Berpakain rapi,pantaas dan sopan
2) Tidak bertamu pada jam-jam istirahat
3) Seyogyanya membuat janji terlebih dahulu dan menepatinya, mengingat tuan rumah mungkin mempunyai banyak kesibukan.
4) Mengetuk pintu membunyikan bel dan mengucapka salam.
5) Bila sudah mengucapkan salam 3 X tidak ada jawaban sebaiknya pergi.
6) Tidak boleh mengintip atau melongok ke dalam rumah, walupun pintu atau jendela terbuka.
7) Bila ditanya “siapa itu ?” maka menjawabnya dengan menyebut nama.
8) Tidak boleh masuk dan duduk sebelum dipersilakan.
9) Melepas sepatu/ sandal sebelum masuk rumah atau menyesuaikan.
10) Menempati tempat duduk yang dipersiapkan untuk tamu (tidak menempati tempat duduk untuk tamu)
11) Bila tuan rumah bukan muhrimnya dan hanya satu orang, maka cukup diluar rumah dan bicara seperlunya.
12) Tidak makan dan minum hidangan yang disuguhkan sebelum dipersilakan
13) Sebaiknya mau mencicipi menikmati hidangan yang disediakan oleh tuan rumah.
14) Bila hidangan yang disuguhkan merupakan pantangan, maka supaya menolak dengan sopan.
15) Apabila bermalam, sebelum pulag supaya merapikan tempat tidurnya.
16) Apabila membawa anak kecil supaya menjaganya dengan baik sehingga tidak mengecewakan tuan rumah.
17) Apabila melakukan sesuatu yang mengecewakan tuan rumah (ngompol, merusak barang dll) supaya berterus terang dan minta maaf.
18) Sebelum pulang, hendaknya minta maaf,mengucapkan terima kasih atas semua kebaikan tuan rumah dan mengucapkan salam.
- 2. Tata Krama Dalam Menerima tamu
Dalam hal bertamu ada yang harus diperhatikan diantaranya :
1) Berpakaian rapi, pantas dan sopan.
2) Menyambut dan menerima tamu dengan ramah (grapyak).
3) Mempersilahkan masuk dan duduk.
4) Bila tuan rumah sendirian dan
tamu bukan mahromnya juga sendirian, seyogyanya tidak dipersilahkan
masuk ke dalam rumah dan bicara seperlunya saja.
5) Memuliakan tamu dengan memberi penghormatan bilamana ‘ruf sesuai dengan kemampuan.
6) Menyuguhkan hidangan atau jamuan dengan menggunakan nampan.
7) Tidak menyuguhkan minuman dengan memegang bibir gelas.
8) Bila tamu bukan mahromnya, seyogya tidak menyuguhkan sendiri secara langsung.
9) Mempersilahkan tamu untuk menikmati hidangan.
10) Bila tamu bukan mahromnya sebaiknya tidak duduk dengan berhadapan dan tidak menatap langsung.
11) Apabila dalam menerima tamu waktunya terbatas karena suatu hal, maka hendaknya menyampaikan secara terus terang dan sopan.
12) Bila tamu telah berpamitan, seyogyanya ikut mengantar ke luar rumah untuk melepaskan kepergiannya.
- E. TATA KRAMA DALAM BERBICARA
Berbicara merupakan hal yang paling
sering dilakukan pada setiap kesempatan, karena untuk menyampaikan
maksud dan tujuan dalam interaksi antar manusia satu dengan yang lain
dapat dipastikan dilakukan dengan pembicaraaan. Di Negara kita berbicara
juga kental dengan adat dan sopan santun yang menjadi ciri masyarakat
kita secara umum, yaitu ramah, sopan dan santun.
Adapun tata krama dalam berbicara, yakni ;
1) Berbahasa yang baik dan sopan (papan-empan-adepan), menghindari kata-kata yang kotor dan menyakitkan hati.
2) Bila berbicara dengan orang
lebih tua/ditentukan, hendaknya pandangan mata agak ditundukkan dan
dalam bertutur kata dengan nada suara lebih rendah.
3) Membiasakan kata-kata “maaf” pada awal dan akhir pembicaraan.
4) Dalam berbahasa daerah tidak boleh memposisikan diri lebih tinggi dari lawan bicara.
5) Memperhatikan dan mengarahkan pandangan kepada lawan bicara dengan sopan.
6) Memberi kesempatan kepada lawan bicara untuk bicara (tidak mendominasi pembicaraan).
7) Tidak memotong pembicaraan lawan bicara.
8) Tidak berbicara sambil berkacak pinggang atau menunjuk-nunjuk ke arah lawan bicara.
9) Tidak mempergunjingkan atau membicarakan aib orang lain (giba).
10) Bila bertiga : a. tidak berbicara
dengan bahasa yang tidak dimengerti oleh salah satu dari mereka. b.
tidak berbisik-bisik berdua, tanpa memperdulikan teman yang lain.
11) Menghindari berkata dusta, meskipun bermaksud melucu.
12) Menghindari bergurau yang berlebihan dan gojlok-gojlokan.
- F. TATA KRAMA DALAM MAKAN DAN MINUM
Dalam makan dan minum, apalagi hal itu
dilkukan bersama dengan orang lain, maka supaya memperhatikan tata karma
yang telah menjadi kebiasaan sopan santun masyarakat bangsa kita,
diantaranya:
- Tata Krama Dalam Makan
1) Duduk dengan sopan, sesuai dengan tempat duduknya(kursi atau lesehan)
2) Makan dengan tangan kanan (kecuali dalam keadaan tertentu; cacat tangan kanan, sakit dll)
3) Memulai makan dengan membaca basmalah, dan mengskhiri dengan membaca hamdalah.
4) Mengambil makan secukupnya dan dihabiskan, jangan sampai menyisakan makanan dalam piring.
5) Tidak meniup makanan yang panas dengan tidak sopan (menjadi pusat perhatian aorang lain).
6) Memulai makan dari tepi piring, sehingga makanan dalam piring tidak kocar-kacir.
7) Tidak berbicara ketika mulut masih penuh makanan.
8) Tidak minum ketika masih mulut ada makanan (kecuali karena suatu hal).
9) Mengunyah makanan dengan bibir tertutup sehingga tidak menimbulkan suara.
10) Jika makanan (buah dll) jatuh ditempat bersih maka dapat diambil kembali.
11) Tidak memasukkan makanan ke dalam mulut sebelum makana dalam mulut habis.
12) Tidak terdengar suara benturan sendok, garpu dan piring.
13) Tidak melakukan hal-hal yang tabu (seperti: berdahak, bersendawqa dan kentut)
14) Ketika membersihkan makanan di gigi supaya menutup mulut dengan tangan dan tidak membuangnya dihadapan orang lain.
15) Tidak mencela makanan (makanan ini tidak enak, asin, bau dll.
16) Mendoakan kepaada yang menjamu makanan, mengucapkan terima kasih.
17) Dalam hal makan prasmanan hendaknya
setelah mengambil makanan sewajarnya, agar memberi kesempatan kepada
yang lain untuk bias mengambil makanan dengan mudah.
18) Hendaknya makanan yang mendekat
pada mulut (sendok mendekat pada mulut) bukan mulut yang menjemput/
mendekat pada makanan (mulut mendekat pada sendok).
19) Dalam hal jamuan makan bersama:
- Mendahulukan yang lebih tua.
- Bila akan mengambil makanan cukup dilihat tak perlu disentuh atau dicium.
- Mengambil makan yang terdekat.
- Tidak mengambil makanan yang dihidangkan dengan sendok yang sudah digunakan untuk makan.
- Tidak makan sambil bergurau.
- Tata Krama Dalam Minum
1) Memegang gelas pada tangkainya (bila bertangkai)
2) Apabila disuguhkan cangkirdengan pisin (lepek0 , diusahakan meminu dengan sekaligus mengangkat pisinnya.
3) Tidak langsung minum dari bibir teko (nyucup) dan tidak langsung menuangkannya kedalam mulut.
4) Tidak bernnafas dalam gelas dan tidak meneguk menenggak minuman sekali habis.
5) Ketika minum air minum tidak digunakan berkumur terlebih dahulu.
BAB III
PENUTUP
- A. Kesimpulan
Dalam pergaulan hidup bermasyarakat,
sebagai bangsa yang berkepribadian yang luhur sesuai dengan nilai budaya
bangsa yang tercermin dalam jiwa Pancasila, dan relevan dengan norma
agama yang mengajarkan akhlaqul karimah serta adat-istiadat ketimuran
yang dijunjung masyarakat Indonesia, maka kita harus memperhatikan dan
dapat mengamalkan tata cara / tata krama dalam pergaulan sehari-hari.
Beberapa tata karma yang telah dibahas dalam penulisan ini meliputi :
tata krama dalm berdiri, tata krama dalam berjalan, tata krama dalam
duduk, tata krama dalam bersilaturahmi, tata krama dalam berbicara dan
tata kram dalam makan dan mium. Meskipun disadari bahwa bangsa Indonesia
ini terdiri dari beberapa daerah propinsi, beragam budaya dan adat
istiadat, sehingga setiap daerah juga mempunyai tata cara yang khas,
namun dengan jiwa Pancasila dan norma agama serta kebiasaan sosial
masyarakat Indonesia secara umum maka tata karma ini ditulis menurut
tata karma nasional, yang berlaku secara nasional.
Setiap anggota masyarakat akan merasakan
kedamaian, kerukunan dan kekompakan apabila tercipta konsep hidup dan
kesepahaman dalam masyarakat itu. Kita merasa senasib dan sepenanggungan
dalam koridor Negara yang kita cintai ini. Untuk dapat mewujudkan
cita-cita luhur tersebut maka sangat perlu bagi sitiap pribadi
masyarakat Indonesia untuk memahami dan mengamalkan yang menjadi jadti
diri bangsa ini. Sopan dalam berkata, santun dalam bertindak, unggah-ungguh
dalam berbuat, setiap kita berbuat terhadap orang lain bagaikan kita
berbuat bagi diri kita sendiri. Setiap kita mnyakiti orang lain maka
kita memahami itu juga menyakiti diri kita sendiri. Yang kaya
menghormat, yang miskin menghargai, yang pejabat mengayomi yang bawahan
menghormat, masyarakat menetapi peraturan, POLRI mengayomi. Sehingga
tidak ditemukan kesenjangan antara dua dimensi kehidupan yang saling
berbenturan. Yang kaya, miskin, pejabat, bawahan, sipil, POLRI dan
masyarakat lain adalah sama, sederajat disisi Allah, Tuhan Yang Maha Esa
dalam memahami dan mengamalkan budi pekerti yang luhur, akhlaqul
karimah, tata karma dan etika pergaulan. Bukan serta merta yang kaya
menindas yang miskin, yang miskin mencela yang kaya, yang pejabat
mengintimidasi bawahan, yang bawahan tidak menghormat atasan, sehingga
tidak terwujud suatu keadaan yang madani, tentram dan sejahtera.
- B. Saran
Adapun dalam memenuhi etika sopan-santun
dalam pergaulan, kita harus memperhatikan beberapa hal yang
fundamental. Misalnya dengan siapa kita berbicara, tempat, waktu, dan
lain sebagainya. Dalam tata krama berdiri, tata krama berjalan, tata
krama duduk, tata krama bersilaturahmi dan tata krama dalam berbicara
ada beberapa hal yang perlu diperhatikan, yaitu :
- Tata krama dalam berdiri : dimana kita berdiri, untuk apa berdiri, dengan siapa berdiri, dan lain sebainya.
- Tata krama dalam berjalan : daerah / lokasi yang kita gunakan untuk berjalan, dengan siapa kita berjalan, dan lain sebagainya.
- Tata krama dalam duduk : dimana kita duduk, untuk apa duduk, dengan siapa duduk, dan lain sebagainya
- Tata krama dalam bersilaturahmi : bertamu ke siapa, bareng dengan siapa kita bertamu, perlunya apa kita bertamu, dan lain sebagainya.
- Tata krama dalam berbicara : dengan siapa kita berbicara, perlunya apa berbicara, dan lain sebagainya.
- Tata karma dalam makan dan minum: dimana kita makan, dengan siapa, kapan, prasmanan apa hidangan biasa dan lainlain.
Sehingga seyogyang kita dapat memahami
dan mengamalkan dalam kehidupan sehari-hari sehingga terwujud suatu
kehidupan yang tentram rukun kompak dan masyarakat madanai yang
dicita-citakan akan menjadi kenyataan.
SUMBER http://www.stkippgrismp.ac.id/etika-pergaulan-dalam-kehidupan-sehari-hari/
0 komentar